بِسْمِ اللَّه الرَّحْمنِ الرّحِيْمِ
.
Bandung - Banyak sebab yang membuat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjatuhkan pilihan untuk mengembangkan genset dual fuel
di Kecamatan Cilengkrang, Bandung. Kecamatan ini tidak asing bagi para
peneliti lembaga itu karena di sana Pusat Penelitian Informatika LIPI
memasang alat pengukur curah hujan. Di daerah itu juga telah terdapat
instalasi pengolah kotoran ternak menjadi biogas, yang dikembangkan oleh
Yaya Sudrajat Sumarna, peneliti P2 Telimek LIPI.
Yaya, yang
juga penduduk Cilengkrang, menyatakan instalasi pengolah kotoran sapi
itu mampu menghasilkan tak kurang dari 4 meter kubik biogas setiap hari.
Seharusnya angka itu bisa jauh lebih besar lagi, tapi reaktor untuk
digester atau wadah pembusukan kotoran sapi belum lama ini jebol karena
tanah longsor.
Lahan sempit di tebing bukit yang berada di bawah
kandang sapi itu tak sanggup menyokong tempat penampungan sampah
organik berkapasitas 25 ribu meter kubik, dengan berat hampir 5 ton,
tersebut. "Kami terpaksa bikin yang kecil dulu," kata perancang alat
pengolah sampah organik menjadi biogas itu.
Agar tetap dapat
memasok biogas untuk penelitian genset dual fuel, untuk sementara dibuat
wadah penampungan berkapasitas 2.500 liter campuran kotoran sapi plus
air. Penampungan itu menghasilkan 4 meter kubik biogas per hari. Sekitar
60 persen biogas itu adalah gas metana (CH4), 38 persen karbon dioksida
(CO2), dan sisanya gas hidrogen sulfida (H2S).
Sebelum
dimasukkan ke reaktor, kotoran sapi yang dikumpulkan dari saluran
pembuangan kandang sapi di atasnya disaring terlebih dulu. Kotoran sapi
dicampur air dengan perbandingan 1 : 2 sebelum disalurkan ke digester.
Wadah itu memiliki dua lubang, yaitu untuk memasukkan kotoran dan
mengeluarkan pupuk organik yang tersimpan di dalamnya.
Wadah
penampung (digester) yang terisi penuh kemudian dibiarkan selama 27 hari
agar bisa menghasilkan biogas. Yaya mengatakan cuaca yang relatif
dingin di Cilengkrang membuat proses terbentuknya biogas berjalan lebih
lama. "Kalau panas, seminggu juga sudah jadi," katanya.
Tanda
biogas terbentuk dapat diketahui bila kantong plastik yang dipasang di
dekatnya menggelembung. Kantong plastik itu tersambung dengan pipa
menuju lubang udara digester. Pipa itu sengaja dilengkapi pengaman agar
kantong yang sudah penuh tidak jebol karena biogas yang berlebih bisa
terembus keluar lewat pipa pengaman.
Jika biogas telah terbentuk,
setiap hari dimasukkan campuran 500 liter kotoran sapi dan 1.000 liter
air ke saluran digester. Bersama masuknya 500 liter sampah organik baru
itu, sebanyak 500 liter kotoran yang sudah membusuk bisa langsung
dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Yaya mengatakan, dengan sistem ini,
setiap hari bisa dihasilkan pupuk organik plus biogas secara
terus-menerus.
Sumber: TempoInteraktif.com 18 Agustus 2009
0 komentar:
Post a Comment
Trima kasih atas kunjungan anda & follow me
satu lagi gan klik +1 untuk kawan anda